Hal Gila Berupa Praktik Seksual Yang Ada Di Zaman Romawi Kuno

roman-colosseum – Peninggalan yang ada pada bangsa Romawi Kuno tercetak dalam naskah- naskah, grafiti purba, karya- karya seni, serta ukiran- ukiran. Seluruh itu seolah jadi sejenis memo petualangan warga, tercantum buat hal seks. Pengarang Paul Chrystal, lewat buku In Bed with The Romans, menelusuri peninggalan- peninggalan itu serta menuangkan temuannya dalam suatu novel buat menarangkan cinta serta perkawinan, kedudukan istri dalam keluarga, agama, serta di ranjang. Lebih jauh lagi, semacam diambil dari History Plus pada Selasa( 25/ 7/ 2016), terkuaklah kisah- kisah obat intim, homoseksualitas, pornografi serta pederasti pada era Romawi Kuno. Semacam perihalnya warga era padasaat ini, pasti saja bangsa Romawi serta Latin mempunyai kehidupan seks, begitu juga dipaparkan oleh pakar asal usul Romawi bernama Titus Livius Patavinus.

Hal Gila Berupa Praktik Seksual Yang Ada Di Zaman Romawi Kuno – Apalagi, semenjak pendirian Roma pada tahun 753 SM, hal seks sudah mendiami tempat berarti yang tidak terpisahkan dalam pandangan politik serta asal usul Romawi. Semenjak dini, seks sudah berhubungan dengan kemajuan negara Romawi. Dimulai dengan insiden pemerkosaan wanita- wanita Sabine pada 750 SM. Insiden ini jadi ilustrasi pembuatan sesuatu bangsa sebab Romawi kekurangan wanita- wanita produktif. Tidak lama setelah itu, seks berfungsi dalam penggulingan despotisme tirani serta pembuatan republik, setelah itu dalam penyembuhan republik yang amat berarti dalam kerakyatan Romawi. Dalam era pancaroba jadi republik, Lucretia yang adab melaksanakan bunuh diri pada 510 SM sehabis diperkosa oleh Sextus Tarquinius, putra dari Lucius Tarquinius Superbus( kaisar terakhir Romawi).

Hal Gila Berupa Praktik Seksual Yang Ada Di Zaman Romawi Kuno

Hal Gila Berupa Praktik Seksual Yang Ada Di Zaman Romawi Kuno

Dalam era penyembuhan, Verginia yang sedang gadis ditikam sampai tewas pada 449 SM oleh bapaknya sendiri buat menepis malu sebab kontaminasi oleh Appius Claudius, salah seseorang panglima decemviri( bagian gerombolan 10 orang). Kontrol kesucian—dikenal dengan sebutan pudicitia—merenggut nyawa Lucretia serta Verginia. Demikianlah berartinya pudicitia dalam nilai- nilai, asal usul, serta warga Romawi. Apalagi pakar asal usul Titus Livius Patavinus yang diucap saat sebelum ini memberi bumbu cerita wanita- wanita legendaris di era kemudian selaku panutan intim yang pantas diteladani kalangan perempuan setelahnya.

– Merupakan hal yang wajib
Pasti saja seks untuk mayoritas masyarakat Romawi jadi perihal yang mengasyikkan, tetapi sekalian menjadi hal yang wajib. Dapat dikatakan, lebih selaku kenikmatan untuk kalangan laki- laki tetapi lebih selaku peranan untuk kalangan perempuan. Kalangan laki- laki memperlihatkan kelelakian ataupun daya intim mereka, sebaliknya kalangan perempuan harus pasrah lewat serangkaian kelahiran anak seolah semacam pabrik bocah, paling utama bayi pria yang ditatap selaku garis generasi keluarga sekalian selaku daya di pertempuran atau pertanian. Kebalikannya, bayi wanita dikira memberati serta tidak banyak berikan berperan pada pendapatan keluarga. Terlebih, di sesuatu hari nanti, generasi wanita meminta maskawin yang mahal. Perkawinan juga berat sisi. Bagi kalangan laki- laki, kalangan perempuan yang menikah tidak harus berambisi hendak kenikmatan ataupun kebahagiaan, sebab mereka cuma bekerja membagikan generasi.

Bukan cuma itu. Istri yang bungkam, penurut, serta angkat tangan diharapkan pura- pura tidak ketahui mengenai kenakalan intim suaminya, sebaliknya suaminya leluasa main mata sesukanya andaikan perempuan simpanannya tidak dinikahi, ataupun, bila main mata dengan anak pria, anak itu berumur lumayan. Rumah bordil, pelacur, serta wanita- wanita bedaya dikira boleh- boleh saja. Ataupun apalagi kehadiran pria- pria yang lebih berumur, andaikan suaminyalah yang melaksanakan penekanan. Tindakan adem ayem serta menyambut penekanan ditatap selaku kewajiban kalangan perempuan alhasil laki- laki yang pasrah dikira kurang berakal. Dengan begitu, seks sesama tipe pada era Romawi Kuno dikira boleh- boleh saja untuk seseorang laki- laki, asal penuhi syaratnya. Tetapi, ikatan seks sesama tipe pada perempuan dikira memuakkan. Seks lesbian sering dikira mengaitkan penekanan, yang dikira selaku kewajiban laki- laki. Wanita- wanita pelaku lesbian—baik yang melaksanakan penekanan ataupun penerimanya—menjadi cemooh. Alih bahasa lesbian dalam bahasa Latin berarti” wanita- wanita yang silih bergeseran”.

Baca Juga : Agama Yang Terdapat Pada Zaman Romawi Kuno

– Perubahan yang ada pada pandangan
Di era akhir Republik, seks tidak legal serta di luar perkawinan ditatap mengganggu serta merebak. Kaisar Augustus—kaisar yang pertama—mengamati perihal ini serta beliau berupaya mengembalikan sistem angka kekeluargaan pada era kemudian lewat legislasi terpaut perkawinan, perpisahan, serta kenaikan nilai kelahiran. Tetapi legislasi itu banyak yang tidak sukses. Tetapi begitu, aktivitas intim Augustus karam oleh keberandalan Julia, putrinya. Julia disebut- sebut mencemari podium yang serupa dengan tempat bapaknya memublikasikan legislasi moralistik. Untuk Julia, siapapun bisa mencicipi dirinya, melainkan jika beliau berbadan dua. Si papa kesimpulannya mengusir putrinya ke pulau Pandataria yang terasing( serta tanpa laki- laki), di bebas pesisir laut Campania.

Cross-dressing
Dalam sebagian perihal, Julia memutuskan tolok ukur intim di dini dekade kekaisaran. Sebagian tahun tadinya Julius Caesar memberitahukan cross- dressing kala, pada umur 20 tahun, beliau hidup selaku perempuan di sekitar Raja Nicomedes IV serta apalagi dinamai Istri raja Bithynia. Kaisar Tiberius berpakaian selaku perempuan dalam acara pora di Capri, serta Kaisar Caligula sering- kali tampak di kegiatan sah berpakaian selaku Venus.

Kaisar Nero menyesal sebab menendang Poppaea Sabina, istrinya yang lagi berbadan dua, sampai tewas. Beliau membuat- buat perempuan yang mendekati almarhumah dan justru berjumpa dengan seseorang laki- laki belia bernama Sporus. Pelayan Nero mengkebiri mantan budak itu serta merekapun menikah. Sporus berasosiasi dengan Nero yang seranjang dengan Pythagoras salah satu budak merdeka lain yang dinikahi Nero. Pythagoras ini memainkan kedudukan selaku suami dalam ikatan 3 gugusan mereka, sebaliknya Sporus mengutip kedudukan selaku istri Nero. Nero apalagi terdaftar menyenangi ikatan sedaging( incest) dengan ibunya, Agrippina.

Rumah Bordil
Ayo menyimak Messalina, istri kaisar Claudius. Perempuan ini sering menyelinap berangkat dari ranjang kala Claudius lagi tidur serta berangkat mendatangi rumah bordil yang sesak dengan julukan alias Lycisca. Pengarang Pliny bercerita mengenai orgi keblinger oleh Messalina, ialah kala beliau menantang pelacur profesional buat melaksanakan marathon seks sepanjang 24 jam. Beliau berhasil sehabis melaksanakannya dengan 25 laki- laki, kurang lebih 1 konsumen per jam. Lebih besar lagi, bujangga bernama Ovid percaya kalau sebagian perempuan golongan golongan atas suka bermain kira- kira agresif, semacam dibeberkan pula oleh Petronius dalam novelnya, Satyiricon.

Di dalamnya, dikisahkan mengenai beberapa perempuan golongan atas yang gemar dengan pria- pria dari golongan lebih kecil, misalnya para bedaya laki- laki, buruh kasar kotor, serta para gladiator. Seks pula melumuri kehidupan pendek kaisar Elagabalus( 203– 222 Meter) yang diketahui disiden sebab bingung pertanyaan gendernya. Tetapi hasrat humornya bisa pula, begitu bagi Historia Augusta, berkas cerita asal usul para kaisar Romawi serta kalangan keturunannya( mulai dari Hadrian sampai Numerianus). Lebih nyeleneh lagi, Elagabalus menawarkan hadiah besar pada dokter manapun yang dapat menyandingkan perlengkapan kemaluan berdiam padanya, yang dalam bahasa pakar asal usul Cassius Dio,“ buat membuat Miss V perempuan dalam badannya dengan metode pengirisan.”

Melesat ke tahun 525 Meter. Seks sedang jadi pandangan penting dalam kehidupan Romawi. Theodora, istri Kaisar Justinian I, tadinya bertugas di rumah bordil Konstantinopel selaku pelakon hiburan. Tetapi Theodora setelah itu berganti jadi perempuan yang teguh menekan pembaruan sosial proteksi perempuan dari kekerasan bagus raga ataupun intim serta pula pembedaan. Perihal itu dimulainya kala jadi maharani.

Related Post