roman-colosseum – Yunani serta Romawi kuno kerap dipuji selaku tempat kelahiran adat Barat, dan para pemikir serta artis hebat dalam asal usul. Tetapi, 2 peradaban ini pula mempunyai bagian hitam yang tidak bisa diabaikan sedemikian itu saja. Apalagi, dapat dikatakan jika jika 2 peradaban ini lengket dengan cerminan distopia. Kemudian, apa itu distopia? Distopia sendiri merupakan sesuatu kondisi ataupun tempat di mana seluruh sesuatunya semacam neraka. Postingan di dasar ini bisa jadi hendak membuat kamu berasumsi berlega hati sebab tidak sempat hidup di masa yang ditempati Socrates ataupun Julius Caesar. Selanjutnya uraiannya.
Romawi Kuno Serta Yunani Merupakan Peradaban Distopia
– Di Sparta terdapat kehiduan militeristik
Semenjak dilahirkan, para Spartan telah dilatih buat jadi seseorang prajurit yang kuat. Oleh sebab itu, mereka menghalangi jumlah santapan buat anak pria mereka. Perihal ini bermaksud buat mendesak kelakuan perampokan, ternyata selaku bimbingan raga. Mereka hendak memperoleh ganjaran yang berat bila kedapatan mencuri santapan, bukan sebab sudah mencuri namun sebab kedapatan serta terjebak.
Romawi Kuno Serta Yunani Merupakan Peradaban Distopia – Sparta memanglah diketahui selaku peradaban yang mengutamakan kemampuan serta daya, alhasil tidak sangat memerdulikan etiket mereka. Mereka terencana membuat kanak- kanak mereka supaya jadi prajurit yang dapat berkelahi di area pertempuran. Seseorang laki- laki berusia wajib menempuh penataran pembibitan tentara 10 tahun saat sebelum diserahkan kebangsaan penuh. Setelahnya, beliau dituntut buat menyelinap pergi dari asrama serta mendatangi istrinya sendiri( serta hendak dihukum bila terjebak). Lahir di Sparta berarti terlahir selaku angkatan serta hendak terikat selamanya dengan selengkap ketentuan yang keras.
– Wanita yang hidup pada zaman romawi kuno dan yunani ini hidup sepeti tahanan
Kehidupan perempuan di Yunani kuno amatlah memprihatinkan. Para wanita wajib berdiam di dalam rumah hingga mereka menikah. Kala alih ke rumah suaminya, mereka kembali memperoleh perlakuan yang seragam. Semacam dikutip dari Ancient History Encyclopedia, para perempuan bisa menghabiskan durasi bersama kanak- kanak serta pembantunya di ruangan yang didesain spesial buat mereka. Mereka bisa merambah ruang pengunjung serta menyambut wisatawan cuma bila suami mereka mengizinkannya. Para perempuan pula kerap dijodohkan pada umur 14 tahun, di mana budak wanita kerap jadi properti intim tuan pria mereka, dan jadi target amarah istrinya. Tidak terdapat perempuan yang leluasa di Yunani kuno, bagus itu budak, miskin, adiwangsa, ataupun kategori menengah.
– Perbudakan yang membeludak pada masa itu
Walaupun betul jika sebagian peradaban amat tergantung pada budak, ketergantungan Romawi pada kegiatan menuntut budak amatlah luar lazim. Pada satu durasi, dekat 30 persen dari populasi Romawi terdiri dari budak. Buat menaikkan jumlah budak mereka, orang Romawi lalu menaklukkan area di sekelilingnya serta meresap lebih banyak budak lagi. Terbebas dari aplikasi perbudakan yang tidak berperikemanusiaan, sistem perbudakan di Romawi kuno amatlah kejam.
Baca Juga : Dengan Sifat Primitif Serta Brutal Pada Sejarah Roma Pada Romulus
– Kepala keluarga atau biasa disebut patter familias
Pater familias merupakan sebutan kepala keluarga di Romawi kuno, umumnya orang tertua ataupun sangat terkemuka dalam keluarga. Untuk mencegah julukan bagus keluarganya, para pater familias diperbolehkan buat menjual buah hatinya selaku budak, mengusir istrinya dari rumahnya, serta memahami tiap tanah ataupun kekayaan modul yang dipunyai oleh keluarganya. Bagi Britannica, ketentuan patriarki dari pater familias seluruhnya telak. Dengan cara teknis, sistem ini sudah menghasilkan apa yang pada dasarnya merupakan kediktatoran di dalam bagian keluarga. Walaupun didominasi oleh penguasa Romawi, beberapa besar masyarakat Romawi telah diperintah oleh tiran di dalam rumah mereka sendiri.
– Pengawasan warganya yang dilakukan oleh pemerintah
Salah satu posisi politik sangat berarti dalam rezim Romawi merupakan” penyensor.” Peranan penyensor tercantum melindungi akhlak warga, melindungi sensus, serta mengatur finansial negeri. Penyensor dikira selaku posisi yang besar dalam jenjang warga serta politik di Romawi. Kebanyakan daya penyensor berawal dari kewajiban mereka buat menata etiket. Tiap dakwaan yang mereka bagikan hendak melumangkan julukan tersangka. Perihal ini dapat berarti lenyapnya hak buat memilah, pengusiran dari warga kategori atas, ataupun penyusutan jenjang. Sebab permasalahan etiket terangkai akrab dengan hukum Romawi, penyensor mempunyai hak buat mencabut seluruh privilige tersangka. Tidak terdapat yang kebal dari penyensor, serta tiap masyarakat Romawi terletak di dasar pengawasannya tiap dikala.
– Memilih patriotik atau kalian akan mati
Butuh dicatat jika orang Romawi tidak hendak sempat mendiskriminasi kamu bersumber pada agama melainkan patriotisme. Maksudnya, orang Romawi tidak hirau siapa yang kamu khidmat sepanjang kamu merupakan masyarakat negeri yang bagus serta berikan hidmat pada Imperium Romawi serta para pemimpinnya. Permasalahan timbul kala sebagian golongan agama semacam Kristen menyangkal buat ikut serta dalam ritual khusus yang mereka kira menyimpang. Perihal ini juga menghasilkan orang Kristen jadi target persekusi bangsa Romawi. Dari Nero sampai Diocletian, Romawi lalu menewaskan serta menganiaya banyak sekali orang Kristen. Mereka dipermalukan serta dibunuh, bagus dengan cara orang ataupun golongan. Tidak hanya orang Kristen, orang Ibrani yang menyangkal taat pada penguasa Romawi pula hendak dipersekusi.
– Hancur dari dalam yang terjadi pada 2 peradaban ini
Pasti aja, salah satu perihal yang sangat menyeramkan mengenai Yunani serta Romawi kuno merupakan kemerosotan mereka. Keduanya sempat berhasil, tetapi wajib ambruk sebab cacat dari dalam. Tidak hirau seberapa kokoh rezim mereka, mereka kesimpulannya jadi korup serta jatuh ke dalam kebangkrutan. Kematian Socrates dengan cara perumpamaan bisa menggantikan kematian angan- angan Yunani serta jadi tanda- tanda kemerosotan mereka. Uang sogok, penggelapan, serta tabrakan dampingi kebutuhan individu pula berkontribusi pada runtuhnya Imperium Romawi.
Kala kewenangan terus menjadi bertambah, rezim yang seimbang lambat- laun jatuh, cuma mencadangkan sistem yang korup. Matinya etiket serta maraknya pengawasan kepada khalayak cuma memperjelas jika rezim Romawi merupakan suatu distopia yang jelas.